Internal Komisi II DPRD Maluku Utara Pecah Kongsi

Unknown's avatar
Ketua DPRD Provinsi Maluku Utara, Iqbal Ruray/ Dok : LM

LENTERA MALUT – Konflik internal yang terjadi di tubuh Komisi II DPRD Provinsi Maluku Utara (Malut) mulai menimbulkan dampak serius. Sejumlah pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mengaku kewalahan menghadiri agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar kubu berbeda dalam komisi tersebut.

Salah satu pimpinan OPD Pemprov Malut yang enggan namanya disebutkan mengatakan, ia kesulitan membagi waktu saat harus menyampaikan laporan terkait Anggaran Perubahan 2025 dan Rencana Anggaran 2026.

“Meski begitu, saya tetap menghadiri keduanya karena kami menjaga hubungan kemitraan. Tapi masalah internal ini seharusnya segera diselesaikan demi menjaga marwah lembaga,” ujarnya.

Ia khawatir jika konflik internal ini terus bergulir, publik akan menilai buruk citra DPRD. “Kalau media sudah mengangkat persoalan ini, tentu masyarakat bisa salah paham,” tambahnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Malut, Iqbal Ruray, menegaskan pihaknya segera mengambil langkah menertibkan dinamika di Komisi II. Menurut politisi Golkar ini, aturan Tata Tertib (Tatib) DPRD sudah jelas mengatur masa jabatan pimpinan komisi selama 2,5 tahun.

“Sepanjang belum ada pergantian resmi, semua anggota harus saling menghargai. Tidak bisa menolak kepemimpinan Ketua Komisi yang sah. Kalau mau pergantian, ikuti mekanisme tatib,” tegasnya usai menghadiri upacara HUT ke-80 RI di Sofifi.

Iqbal menyebut delapan anggota Komisi II yang menolak kepemimpinan Agriati Yulin Mus tidak memiliki dasar hukum. “Semua ada koordinator masing-masing komisi. Kalau tidak ditertibkan, kerja-kerja komisi akan terganggu,” katanya.

Diketahui, sebanyak sembilan anggota Komisi II sebelumnya menolak kepemimpinan Agriati Yulin Mus dari Fraksi Golkar. Dalam sidang paripurna Juni lalu, mereka bahkan menunjuk Said Banyo dari Fraksi PDIP sebagai pengganti.

Salah satu anggota Komisi II, Ali Sangaji, beralasan penolakan tersebut didasari kinerja. Menurutnya, Agriati dinilai tidak memiliki kemampuan manajerial dalam mengelola organisasi.

“Kepercayaan dalam organisasi politik bukan soal hubungan pribadi, melainkan kompetensi dan rekam jejak,” tegas Ali. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *