APBN Dorong Pertumbuhan Malut, Ketimpangan Harus Diantisipasi

Unknown's avatar
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi / Dok : Istimewa

LENTERA MALUT — Maluku Utara menunjukkan kinerja ekonomi yang mengejutkan di tengah perlambatan global. Data Kantor Wilayah DJPb Maluku Utara dalam media briefing Torang Pe APBN November 2025 mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi triwulan III 2025 mencapai 39,10 persen (yoy).

Kepala Kanwil DJPb, Sakop pada Senin,(24/11/2025), menyebut lonjakan ini ditopang ekspansi sektor industri pengolahan dan pertambangan, yang terus mendorong hilirisasi produk lokal.

“Laju pertumbuhan ini sangat didukung industri pengolahan dan pertambangan,” ujar Sakop.

Meski pertumbuhan tinggi, inflasi tetap rendah, hanya 1,18 persen, menjadikan Malut salah satu provinsi dengan stabilitas harga terbaik di Indonesia.

Di balik optimisme pertumbuhan, sejumlah indikator sosial-ekonomi menunjukkan tantangan serius. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) naik menjadi 4,55 persen, partisipasi angkatan kerja rendah, Nilai Tukar Petani melemah, dan rasio gini meningkat, menandakan potensi ketimpangan ekonomi yang melebar.

Kinerja fiskal juga menunjukkan dinamika yang kontras. Hingga Oktober 2025, pendapatan APBN regional mencapai Rp3,63 triliun atau 95,47 persen dari target, tumbuh 44,99 persen (yoy). Namun, realisasi belanja negara justru turun 7 persen, sehingga defisit APBN regional tercatat Rp10,20 triliun.

Di level daerah, pendapatan APBD Malut tumbuh 2,66 persen menjadi Rp12,04 triliun, sementara belanja daerah turun 1,93 persen menjadi Rp9,26 triliun.

Local expert, Dr. Chairullah Amin dari Universitas Khairun, menyoroti perlunya memaksimalkan peran APBN untuk mendorong pertumbuhan inklusi dan berkelanjutan. Salah satunya melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), yang telah menyalurkan 641 rumah senilai Rp57,74 miliar.

Meski begitu, program ini menghadapi sejumlah kendala, mulai dari akses terbatas bagi pekerja informal, perizinan yang berbelit, kasus penipuan pengembang, hingga keterbatasan lahan, khususnya di Ternate.

Chairullah menekankan solusi, seperti pelonggaran syarat kredit untuk pekerja informal, percepatan regulasi, pemerataan pembangunan perumahan, dan penguatan sosialisasi program kepada masyarakat.

“Pertumbuhan tinggi harus diiringi pemerataan agar manfaat ekonomi dirasakan semua lapisan masyarakat,” tegas Chairullah. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *