LENTERA MALUT – Kondisi petani perkebunan di Maluku Utara kembali mendapat sorotan. Pada November 2025, Nilai Tukar Petani Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) tercatat mengalami penurunan sebesar 1,01 persen dibanding bulan sebelumnya.
Penurunan ini menandakan daya beli petani melemah karena harga komoditas yang mereka jual turun, sementara biaya yang harus mereka keluarkan justru meningkat.
Data tersebut disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku Utara, Simon Sapary, dalam rilis resmi statistik bulanan yang dipublikasikan pada Selasa (1/12/2025).
Menurut Simon, penurunan ini salah satunya dipicu oleh melemahnya indeks harga yang diterima petani (It) hingga 0,72 persen.
Komoditas yang turut memberi kontribusi besar terhadap penurunan tersebut adalah kelapa, yang merupakan tanaman perkebunan rakyat dengan jumlah petani cukup besar di Maluku Utara.
“Penurunan indeks harga yang diterima petani terjadi karena penurunan harga rata-rata pada kelompok tanaman perkebunan rakyat, terutama kelapa,” jelasnya.
Sementara itu, indeks harga yang dibayar petani (Ib) justru naik 0,29 persen. Kenaikan ini dipengaruhi meningkatnya Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) sebesar 0,30 persen serta Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM) sebesar 0,10 persen.
Dengan kondisi tersebut, beban pengeluaran petani semakin besar dibanding pemasukan, sehingga berdampak pada penurunan NTPR. (Red)







