Polda Malut Mulai Dalami Bendungan Harita Diduga Bermasalah

Unknown's avatar
Luapan air sungai Akelamo, Kawasi yang mengakibatkan tanaman kelapa milik warga terendam / Dok : malutline.com

LENTERA MALUT — Polemik pembangunan bendungan raksasa milik Harita Group di kawasan industri nikel Desa Kawasi, Pulau Obi, Halmahera Selatan, kini memasuki babak baru. Setelah aksi protes warga dan pemalangan akses proyek, Polda Maluku Utara menyatakan mulai mendalami dugaan pelanggaran terkait aktivitas pembangunan di area tersebut.

Penyelidikan awal dilakukan menyusul keluhan masyarakat yang mengaku mengalami kerusakan lahan akibat aktivitas pertambangan dan pembangunan bendungan.

“Kami masuk dalami dulu, karena ini ada masyarakat yang mengeluh terhadap pihak perusahaan terkait pekerjaan proyek tersebut,” kata Dirreskrimsus Polda Maluku Utara Kombes Pol Edy Wahyu melalui Kasubdit IV Tipidter Kompol Agus Supriadi, Jumat (5/12/2025).

Agus menyebutkan, tim akan turun ke lapangan untuk melakukan pemeriksaan awal sebelum menentukan langkah hukum selanjutnya.

“Kami kirim tim ke lapangan dulu untuk mengumpulkan bukti dan data atas aktivitas pekerjaan proyek yang dikeluhkan masyarakat setempat,” pungkasnya seperti dikutip dari poskomalut.com

Warga Klaim Lahan Rusak dan Tanaman Produktif Mati

Sebelumnya, Persoalan ini mencuat setelah ahli waris lahan di Sungai Akelamo menuding pembangunan bendungan itu mengakibatkan puluhan pohon kelapa mati, serta mengancam ratusan lainnya. Mereka menyebut aliran sungai berubah sejak adanya proyek tersebut dan menyebabkan erosi parah di area kebun.

Salah satu ahli waris, Ilham Hasan, mengungkapkan pembangunan dilakukan tanpa komunikasi maupun penyelesaian kerugian kepada pemilik lahan.

“Sekitar 80 pohon kelapa kami mati, dan masih sekitar 400 pohon yang kami tidak tahu kapan mati lagi. Itu sumber penghasilan kami bertahun-tahun. Tidak ada penyelesaian dari pihak perusahaan,” ungkap Ilham November lalu seperti dikutip dari jarumsatu.com.

Menurutnya, upaya meminta penjelasan kepada pihak perusahaan telah dilakukan, namun tak membuahkan hasil.

Ketegangan meningkat pada Sabtu (22/11/2025), ketika keluarga Hasan memblokir akses masuk menuju lokasi proyek bendungan. Para perempuan dalam keluarga berada di depan barisan, memalang jalan dan menghadang truk material.

“Tidak ada material lewat! Bayar dulu hak kami! Ini tanah kami, bukan tanah Harita,” teriak Junet, salah satu ahli waris.

Situasi memanas setelah sejumlah aparat TNI–Polri dan personel keamanan perusahaan hadir di lokasi. Warga menuduh salah satu Koordinator BKO security, berinisial O alias Okto, mengeluarkan ancaman kepada warga.

“Dia teriak danton, danki ‘tembak-tembak satu satu’. Kami jawab: silakan tembak, kami tidak takut. Kami hanya pertahankan hak orang tua kami,” kata Junet. Saat dimintai klarifikasi, Okto menolak memberikan komentar.

Negosiasi antara warga, aparat, dan perwakilan perusahaan dilakukan hingga sore hari, namun belum menghasilkan keputusan. Dari total lima hektare kebun milik keluarga Hasan, dua hektare disebut telah rusak berat dan sisanya terancam hilang.

“Selama Harita belum bayar kerusakan dan tanaman, kami akan palang terus,” tegas Hamid Hasan.

Perwakilan CSR Harita Group di lapangan menyatakan siap memfasilitasi mediasi dengan pemerintah desa. Namun pihak Harita Group belum memberikan pernyataan resmi terkait tuntutan warga dan insiden di lapangan.

Polemik ini turut mendapat sorotan dari Anggota DPRD Halmahera Selatan, MS Nijar. “Sebagai putra Obi, saya sangat prihatin dan marah melihat kondisi warga yang diintimidasi,” tegasnya.

Menurut Nijar, perusahaan harus membuka ruang dialog, bukan menunjukkan pendekatan represif. “Saya minta owner Harita segera menarik oknum keamanan tersebut dan memberikan sanksi tegas. Ini bukan cara menyelesaikan masalah,” katanya. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *