Sampah Kiriman Jadi Ancaman Serius Jalur Laut Sofifi

Unknown's avatar
Salah satu motoris speed boat tampak kesulitan menjalankan mesin setelah sampah terlilit di baling-baling / Dok : LM

LENTERA MALUT — Ada satu pemandangan yang kini mulai dianggap biasa di jalur pelayaran Ternate–Sofifi setiap kali hujan turun: bukan hanya ombak yang naik, tetapi juga sampah yang datang bersama arus.

Botol plastik, styrofoam, potongan kayu, hingga limbah rumah tangga hanyut bebas di permukaan laut, seolah lautan adalah ruang penyimpanan terakhir dari sampah daratan.

Kondisi serupa kembali terlihat Senin hari ini. Di jalur speed boat dari Pulau Mare  Tidore, sampah mengapung di sepanjang perairan. Motoris speed boat bahkan harus beberapa kali menaikkan mesin agar baling-baling tidak tersangkut material yang menumpuk di permukaan.

“Kalau hujan begini, sampah pasti lari ke laut. Sudah biasa, tapi tetap bikin susah,” keluh seorang motoris saat ditemui wartawan di perjalanan, Senin (8/12/2025).

Keluhan para motoris dan penumpang bukan hal baru. Sampah kiriman dari sungai atau kali mati terus menjadi persoalan berulang, terutama setelah hujan deras mengguyur Kota Ternate dan Tidore.

Pemerintah Kota Ternate melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) sebenarnya sudah menambah armada pengangkut sampah di tingkat kelurahan. Namun fakta di lapangan memperlihatkan bahwa persoalan ini tidak hanya soal fasilitas—tetapi soal perilaku dan pengelolaan lingkungan jangka panjang.

Di sejumlah bantaran sungai, masih banyak warga yang menjadikan aliran air sebagai tempat pembuangan sampah. Saat hujan, semua limbah terbawa arus, bermuara ke laut, lalu berpindah mengikuti jalur transportasi antarpulau.

Dampaknya bukan hanya soal estetika laut yang rusak. Sampah juga mengganggu jalur pelayaran, mengancam keselamatan speed boat, dan memperlambat aktivitas ekonomi masyarakat pesisir yang mengandalkan transportasi laut.

Fenomena sampah laut di jalur Ternate–Sofifi adalah pengingat bahwa ekosistem laut tidak mampu terus menanggung kebiasaan buruk manusia. Tanpa perubahan perilaku dan kebijakan yang lebih tegas, masalah ini akan menjadi rutinitas tahunan yang tak pernah selesai.

Solusi yang dibutuhkan tidak tunggal, melainkan berlapis: penegakan aturan pembuangan sampah, pembersihan sungai dan bantaran, edukasi publik, serta kolaborasi dengan pelaku usaha pelayaran dan komunitas pesisir.

Karena masalah ini bukan sekadar sampah yang hanyut ke laut—tetapi tanggung jawab yang hanyut dari tangan-tangan yang seharusnya peduli.

Laut bukan tempat sampah. Dan ketika sampah kembali ke pantai, menutup jalur perahu, atau tersangkut di baling-baling mesin, itu bukan salah laut. Itu jejak dari daratan yang belum berubah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *