Kebijakan KKP Diprotes, Nelayan Khawatir Jadi Penonton Laut

Unknown's avatar
Nelayan saat mengangkat ikan tuna sirip kuning di Pengakalan Ikan Tuna, Kelurahan Jambula Ternate Maluku Utara / Dok : Andir Antara Foto

LENTERA MALUT – Belasan ribu nelayan dan pelaku usaha perikanan yang tergabung dalam Solidaritas Nelayan Indonesia (SNI) bersiap menggelar aksi damai di kawasan Istana Negara dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Aksi ini menjadi bentuk kegelisahan kolektif nelayan atas berbagai kebijakan kelautan yang dinilai belum sepenuhnya berpihak pada keberlangsungan hidup masyarakat pesisir.

Sejumlah spanduk dan banner telah dibentangkan sebagai simbol perlawanan atas kebijakan yang dianggap mengancam ruang hidup dan usaha nelayan lokal.

Salah satu tuntutan utama yang disuarakan adalah penolakan terhadap rencana naturalisasi kapal asing. Nelayan menilai kebijakan tersebut berpotensi membuka kembali dominasi kapal asing di perairan Indonesia dan menyingkirkan nelayan lokal dari lautnya sendiri.

Sekretaris Jenderal SNI, James Then, seperti dikutip dari kanal YouTube Metro TV News, Selasa (16/12/2025), menegaskan bahwa nelayan di seluruh wilayah Indonesia secara tegas menolak masuknya kapal asing.

“Kami sudah konfirmasi ke KKP, katanya ini kerja sama budidaya. Tapi kalau budidaya, mengapa menggunakan alat tangkap? Kapten dan ABK-nya juga masih dari Turki. Ini yang membuat nelayan khawatir kapal asing akan kembali masuk dan nelayan kita hanya jadi penonton di laut sendiri,” ujar James.

SNI juga melayangkan protes keras terhadap sejumlah kebijakan KKP yang dinilai semakin memberatkan nelayan dan pelaku usaha perikanan. Aksi penolakan ini dilakukan serentak di berbagai daerah, baik melalui demonstrasi langsung maupun penyampaian aspirasi lewat media.

Ketua SNI Wilayah Banyuwangi, Benny, seperti dikutip dari radarbanyuwangi.jawapos.com, Selasa (16/12/2025), menyebut kebijakan yang tengah disiapkan KKP tidak adil dan berpotensi menyengsarakan nelayan.

“Kebijakan ini sangat memberatkan dan tidak berpihak pada nelayan. Saya yakin agenda seperti ini tidak diketahui Presiden,” tegasnya.

Menurut Benny, tuntutan SNI merupakan suara nelayan dari berbagai daerah yang menolak kebijakan kuota penangkapan ikan, zonasi atau PIT, masuknya kapal asing, serta beban PNBP yang diminta maksimal ditetapkan sebesar tiga persen.

Nelayan juga menolak kewajiban pemasangan Vessel Monitoring System (VMS) bagi kapal di bawah 30 GT, penghapusan buku pelaut dan PBB laut, serta meminta pelayanan administrasi dilakukan melalui satu pintu.

Selain itu, SNI mendesak penghentian ekspor benih bening lobster, pelibatan nelayan dalam setiap perumusan kebijakan kelautan, pemberlakuan harga khusus BBM nelayan, serta perlindungan hukum agar nelayan tidak mudah dikriminalisasi.

Nelayan juga meminta KPK menelusuri dugaan penyalahgunaan kewenangan terkait masuknya kapal asing, serta menolak berbagai kewajiban sertifikasi pengawakan kapal yang dinilai rawan pungutan liar. Termasuk denda WPP, denda kapal ikan, dan kebijakan dalam PP Nomor 28 Tahun 2025 yang dianggap semakin menekan nelayan kecil.

Sebagai mitra pemerintah dalam tata kelola perikanan, SNI mendesak Presiden Prabowo Subianto melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan KKP. SNI menilai kebijakan saat ini bertentangan dengan komitmen politik Presiden untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan melalui perlindungan hukum, akses sumber daya, dan pembangunan infrastruktur pendukung.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *