Akses Jalan Loloda Utara Terputus, Pasien Meninggal di Perjalanan

Unknown's avatar
Tangkapan layar postingan seorang nakes di Facebook saat perjalanan membawa pasien rujukan yang meninggal dunia di Kecamatan Loloda Utara / Dok : akun Facebook @Ellena

LENTERA MALUT – Ungkapan duka mendalam mengalir di media sosial setelah seorang tenaga medis, Ellena, menulis pesan pilu di akun Facebook-nya.Dalam unggahan itu, ia menceritakan momen terakhir saat rombongan medis dan keluarga masih sempat mempersembahkan satu pujian penyembahan untuk pasien sebelum Tuhan memanggilnya pulang.

“Kami masih sempat mempersembahkan satu pujian penyembahan sebelum beliau dipanggil sang Pemilik. Selesai mempersembahkan lagu, beliau langsung kembali ke pangkuan Tuhan. Selamat jalan Tua Kem, pintu surga ada bersamamu. Tua sudah tidak merasakan sakit lagi, tidak lagi menahan perih berjam-jam di tengah jalan,” tulis Ellena.

Dalam unggahan itu, ia juga menyampaikan kekecewaan sekaligus jeritan hati para tenaga kesehatan yang harus bekerja dalam kondisi ekstrem.

“Kami masyarakat Loloda Utara sangat membutuhkan akses jalan dan jembatan yang memadai. Ini bukti perjalanan tenaga medis merujuk pasien emergency, tapi kami terjebak banjir berjam-jam hingga pasien meninggal di tengah perjalanan. Apakah akan terus seperti ini? Kami para medis merasa sangat bersalah, seakan gagal menjalankan tugas,” tambahnya.

Di Loloda Utara, perjuangan melawan penyakit bukan satu-satunya ujian; warga juga harus bertarung dengan kondisi jalan yang buruk. Pada Rabu sore,(10/12/2025), pertarungan itu merenggut nyawa NP (48), guru sekolah dasar yang telah puluhan tahun mengabdi di Desa Ngajam.

NP meninggal bukan di rumah sakit, melainkan di tepi sungai kecil tanpa jembatan, saat tengah dirujuk menuju RSUD Tobelo.

Mobil Hilux yang siang itu berfungsi sebagai “ambulans darurat”—karena ambulans standar tak mampu menaklukkan medan ekstrem—menjadi harapan terakhir keluarga. NP yang mengalami diare berat hingga dehidrasi dan anemia dibawa dari Puskesmas Dorume sekitar pukul 10.00 WIT.

Namun sejak awal perjalanan, hujan deras mengguyur Loloda Utara. Sungai-sungai tanpa jembatan berubah menjadi arus deras, jalan sirtu berlubang dan licin, sebagian tertutup material longsor. Tanjakan Gunung Ngidu menjadi salah satu titik paling menyulitkan.

“Kami harus berhenti lama di setiap sungai. Air terlalu tinggi, mobil tidak bisa langsung menyeberang. Pasien semakin lemah,” kata seorang tenaga kesehatan yang ikut mendampingi.

Sepanjang perjalanan, keluarga, sopir, dan perawat bergantian mendorong mobil yang tersangkut lumpur, menunggu air surut, bahkan memaksakan diri melintasi sungai yang belum benar-benar aman. Di tengah perjuangan itu, kondisi NP terus menurun.

Tujuh jam berlalu, RSUD Tobelo masih jauh. Ketika rombongan tiba di sungai keempat dekat Desa Gisi sekitar pukul 17.00 WIT, air kembali terlalu tinggi untuk diseberangi. Di titik inilah NP menghembuskan napas terakhir.

Guru yang bersahaja itu meninggal bukan di IGD, bukan di tangan dokter spesialis, tetapi di tepi sungai pada ruas jalan kabupaten—akses satu-satunya bagi warga Loloda Utara.

Kabar duka ini bukan yang pertama. Dalam tiga tahun terakhir, sedikitnya tiga warga Desa Ngajam meninggal dalam perjalanan rujukan.

“Dari kampung kami saja sudah tiga orang. Sopir lintas juga bilang pernah dua kali bawa pasien yang meninggal sebelum sampai rumah sakit,” ujar Asterlita T. Raha, keponakan mendiang.

Ruas Trans Loloda–Galela sebenarnya pernah masuk proyek multiyears Pemkab Halmahera Utara tahun 2017. Namun pekerjaan tidak tuntas, tidak berlapis hotmix, dan jembatan di beberapa sungai tidak dibangun. Akibatnya, titik-titik sirtu itu rusak parah dan selalu terputus setiap musim hujan.

“Kalau sakit parah, keluarga hanya bisa pasrah. Belum tentu bisa sampai rumah sakit,” ujar seorang warga Dorume. Rasa takut kehilangan nyawa di jalan telah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Loloda Utara.

Keluarga mengikhlaskan kepergian orang yang mereka cintai, namun dengan tegas meminta pemerintah memperbaiki akses yang menjadi nadi keselamatan warga.

“Kami berterima kasih kepada perawat Dorume yang sudah bersama sampai akhir. Tapi jalan ini harus dibangun. Jangan ada lagi korban,” tegas salah satu keluarga mendiang. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *