LENTERA MALUT – Insiden kurang menyenangkan dialami sejumlah wartawan yang tengah meliput rapat paripurna di kantor DPRD Provinsi Maluku Utara (Malut) pada Senin, 4 Agustus 2025.
Peristiwa ini terjadi saat jeda agenda paripurna atau waktu istirahat, salat, dan makan (Ishoma). Sejumlah wartawan yang hendak memasuki ruang makan anggota DPRD justru dicegah oleh seorang staf sekretariat dan dilarang makan.
Kejadian tersebut memicu kekecewaan di kalangan jurnalis yang merasa keberadaannya diabaikan, padahal mereka tengah menjalankan tugas peliputan rapat paripurna ke-32, 33, dan 34 yang membahas sejumlah agenda penting.
Menurut kesaksian wartawan di lokasi, sekitar pukul 14.00 WIT, mereka hendak memasuki ruang makan setelah mendapat arahan dari salah satu anggota dewan. Namun, ketika hendak masuk, pintu langsung ditutup oleh staf sekretariat sambil berkata, “Jangan dulu makan, anggota lain belum makan.”
Sikap ini dinilai menciptakan kesan bahwa wartawan dianggap sebagai beban, bukan mitra kerja. Situasi tersebut menambah jarak komunikasi antara media dan institusi pemerintah yang seharusnya berjalan selaras.
Ironisnya, insiden ini terjadi di tengah sorotan terhadap anggaran makan dan minum (mami) DPRD dan sekretariat DPRD Provinsi Malut yang tercatat mencapai Rp17 miliar dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP) APBD 2025. Anggaran ini dibagi dalam empat termin dengan mekanisme e-katalog dan swakelola.
Menanggapi kejadian tersebut, Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris DPRD Malut, Isman Abbas, mengaku baru mengetahui informasi itu sehari setelah kejadian.
“Saya baru tahu juga. Mungkin itu pegawai PPPK. Karena Fahmi (Kasubag Humas) juga tidak muncul. Sebenarnya makanan untuk umum ada di atas, dekat ruang paripurna,” ujarnya saat dikonfirmasi.
Terkait soal nasi kotak yang disebut-sebut sering tidak kebagian oleh wartawan, Isman menyebut hal itu bisa jadi disebabkan oleh jumlah wartawan yang datang melebihi perkiraan.
“Saya sudah telpon Hairil (wartawan liputan DPRD) atas nama Sekretariat DPRD, saya mohon maaf jika ada insiden seperti itu,” katanya. Ia menegaskan bahwa tidak ada larangan resmi kepada wartawan untuk makan. “Masa dilarang makan? Sudahlah, tidak usah dibesar-besarkan,” pungkasnya.
Sementara salah satu pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) Pemerintah Provinsi (Pemprov) menanggapi hal itu ikut menyayangkan kejadian kurang mengenakkan yang dialami wartawan.
Menurutnya sebagai mitra kerja pemerintah perkara makanan tidak perlu dihalangi. “Saya kalau buat kegiatan selalu siapkan bagian makanan wartawan. Apalagi dalam paripurna ini juga wartawan disebutkan namanya selaku insan pers,”tandasya.(Red)