BPS Catat Kesejahteraan Petani November 2025 Turun di Malut

Unknown's avatar
Seorang petani Jagung memetik hasil panen / Dok : Antara

LENTERA MALUT — Pada November 2025, daya beli petani tercatat melemah yang ditandai dengan turunnya Nilai Tukar Petani (NTP) menjadi 104,38. Angka ini merosot 1,13 persen dibandingkan bulan sebelumnya, dan menjadi sinyal perlambatan ekonomi di sektor pertanian.

Data tersebut disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku Utara, Simon Sapary, dalam rilis resmi statistik bulanan di Ternate, Senin (1/12/2025).

“NTP turun karena kenaikan harga barang kebutuhan petani lebih tinggi dibandingkan harga hasil produksi mereka,” jelas Simon.

Sementara itu, Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) pada bulan ini tercatat sebesar 127,62, atau naik 0,28 persen.

Kenaikan ini menunjukkan biaya belanja rumah tangga petani makin tinggi.

Di sisi lain, Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) juga turun 0,90 persen menjadi 109,91. Penurunan ini mengindikasikan biaya produksi usaha tani meningkat lebih cepat dibanding pendapatan yang diterima petani.

Sektor Perikanan: Nelayan Mengalami Pola Berbeda

Tidak semua subsektor mengalami penurunan. Pada subsektor perikanan, Nilai Tukar Petani Perikanan (NTNP) tercatat naik 0,69 persen.

Kenaikan ini terutama disumbang kelompok nelayan tangkap. Nilai Tukar Nelayan (NTN) naik 0,70 persen, meski harga ikan—terutama ikan kembung—sedikit turun. Penurunan biaya produksi, termasuk bahan bakar dan peralatan, ikut membantu daya beli nelayan tetap kuat.

Sebaliknya, subsektor pembudidaya ikan justru mengalami tekanan. Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPi) turun 0,15 persen akibat biaya operasional budidaya naik lebih cepat dibanding harga jual ikan air tawar.

BPS menegaskan NTP merupakan indikator penting untuk membaca kesejahteraan petani. Angka di atas 100 berarti petani masih berada pada zona surplus, namun penurunan tetap menjadi sinyal kewaspadaan bagi pemerintah daerah.

“Jika tren ini berlanjut, dikhawatirkan akan memengaruhi dinamika ekonomi pedesaan karena petani merupakan penopang utama sektor pangan,” ujar Simon.

Laporan ini menjadi perhatian bagi pemangku kebijakan karena sektor pertanian dan perikanan masih menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat Maluku Utara. (Red)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *