LENTERA MALUT — Meski kasus kekerasan terhadap perempuan terus menjadi isu nasional, masih banyak wilayah kepulauan yang belum terjangkau sistem perlindungan dan pelaporan yang memadai. Kondisi ini menjadi perhatian serius Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), yang kini mulai menguatkan pendekatan berbasis kepulauan.
Dalam dialog publik bertema Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan: Mendorong Efektivitas Pelaksanaan UU TPKS dan Pemenuhan Hak-Hak Perempuan, Komnas Perempuan menggandeng berbagai pihak di Batik Hotel, Kota Ternate, Sabtu (6/12/2025).
Ketua Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor, mengatakan pendekatan berbasis kepulauan kini menjadi bagian penting dalam program kerja mereka.
“Selama ini kami sudah melakukan sebagian pendekatan dengan wilayah kepulauan, tetapi sekarang kami ingin menguatkan penjangkauan terhadap daerah-daerah ini,” ujarnya.
Menurut Maria, data tahunan yang diterima Komnas Perempuan menunjukkan laporan kasus kekerasan di wilayah kepulauan sangat kecil. Namun, angka rendah tersebut bukan berarti kekerasan tidak terjadi.
“Kami meyakini angka yang kecil bukan karena kasusnya sedikit, tapi karena banyak yang tidak terlaporkan. Karena itu, kami ingin memastikan kasus di daerah kepulauan dapat terlihat lebih jelas,” katanya.
Ia menambahkan, keberadaan mitra layanan di daerah menjadi sangat penting, terutama untuk menjangkau perempuan korban kekerasan yang tinggal di wilayah pulau-pulau jauh dari akses hukum maupun layanan pendampingan.
Selain memperkuat jumlah pendamping, Komnas Perempuan menyoroti pentingnya peningkatan kualitas pendampingan berbasis korban.
“Pendamping harus memiliki perspektif yang tidak menyalahkan atau mengkriminalkan korban. Pendekatan yang salah dapat membuat korban enggan melapor,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Komnas Perempuan, Dwi Ayu Kartikasari, menegaskan dua fokus utama lembaganya pada periode 2025–2030: pendekatan berbasis kepulauan dan pendampingan digital.
“Maluku Utara menjadi salah satu fokus karena wilayah ini terhubung oleh pulau-pulau. Selain itu, data laporan kekerasan yang masuk dari wilayah ini masih sangat minim,” ujar Dwi.
Menurutnya, salah satu strategi pengumpulan data adalah turun langsung ke daerah yang tingkat pelaporannya rendah. Komnas Perempuan juga akan mengirimkan kuesioner kepada lembaga mitra di Maluku Utara untuk memperbaiki sistem pelaporan tahunan.
Berdasarkan Catatan Tahunan (CATAHU), jumlah laporan kasus kekerasan terhadap perempuan di Maluku Utara tercatat 1.197 kasus dari total nasional 330.097 kasus, atau hanya 0,1 persen.
“Angka kecil tidak selalu berarti kasus sedikit. Banyak lembaga tidak mengembalikan kuesioner yang kami kirim,” tegas Dwi.
Acara ini juga menghadirkan sejumlah narasumber, termasuk Kapolres Ternate AKBP Anita Ratna, Wakil Ketua II DPRD Provinsi Maluku Utara Husni Bopeng, Perwakilan DP3A Provinsi Maluku Utara, serta sejumlah organisasi perempuan dan lembaga layanan. (Red)







