DPRD Ternate Tutupi Agenda Kunker di Tengah Pengesahan APBD

Unknown's avatar
Suasana Kantor DPRD Kota Ternate tampak sepi pada Rabu, 12 November 2025 / Dok : LM

LENTERA MALUT — Di saat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Ternate tengah dijadwalkan membahas dokumen Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) 2026, Alat Kelengkapan Dewan (AKD) ini justru diduga melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Bandung, Jawa Barat.

Yang menarik, perjalanan itu dilakukan tanpa penjelasan resmi dari pihak DPRD maupun Sekretariat Dewan (Sekwan), padahal tahap pembahasan APBD tengah berada di momentum krusial menjelang pengesahan akhir.

Kabar keberangkatan para anggota Banggar ke luar daerah terendus setelah beberapa legislator mengunggah foto-foto perjalanan di media sosial pribadi pada Minggu (9/11/2025). Salah satu unggahan memperlihatkan masjid megah yang diduga berada di kawasan Hotel The Trans Luxury, Bandung — hotel bintang lima yang kerap menjadi tempat menginap tamu pejabat daerah.

Upaya konfirmasi yang dilakukan wartawan kepada anggota DPRD bersangkutan tak mendapat respons. Pesan yang dikirim tak dijawab. Sehari kemudian, legislator tersebut justru kembali aktif di media sosial, kali ini membagikan postingan pamflet perayaan ulang tahun partainya di Jakarta.

Salah satu anggota DPRD lain yang dikonfirmasi hanya menjawab singkat. “Saya ada agenda partai, konfirmasi ke Sekwan,” katanya sambil mengirimkan salinan surat agenda partai di Jakarta.

Namun hingga Senin (10/11/2025), Sekwan DPRD Ternate juga tidak memberikan jawaban atas konfirmasi wartawan. Pesan yang dikirim hanya dibaca tanpa balasan. Sementara hingga Rabu, (12/11/2025) kantor DPRD tampak sepi, hanya tersisa staf, pegawai Sekretariat DPRD dan Satpol PP yang berjaga.

Kunjungan Banggar di tengah tahap krusial pembahasan APBD

Dalam jadwal yang diterima redaksi, tim ahli dari Universitas Khairun (Unkhair) Ternate dijadwalkan mempresentasikan hasil kajian mereka pada Kamis dan Jumat pekan ini.

Kajian tersebut merupakan dasar penyusunan pendapatan dan belanja daerah, termasuk strategi meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) setelah pemerintah pusat mengumumkan pengurangan dana Transfer ke Daerah (TKD) tahun depan.

Setelah tahap presentasi itu, Banggar direncanakan akan membahas bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) sebelum pengesahan akhir di rapat paripurna.

Dalam pandangan umum fraksi-fraksi atas dokumen RAPBD sebelumnya, DPRD memberikan sejumlah catatan kritis: ketimpangan pembangunan di tiga pulau terluar (Hiri, Moti, Batang Dua), hilangnya pagu bantuan sosial Rp1,4 miliar, hingga kenaikan belanja pegawai dari Rp569 miliar menjadi Rp608 miliar tanpa data rinci jumlah ASN per golongan.

Menanggapi sorotan DPRD, Akademisi Kebijakan Publik Muamil Sunan kepada media ini menjelaskan Faduli BaHiM dalam misi Ternate Berkeadilan dimaksudkan untuk memperkecil ketimpangan pembangunan dan kesenjangan sosial antara wilayah pusat dan wilayah pinggiran.

Untuk itu, Muamil menegaskan, Pemkot Ternate harusnya lebih fokus dengan mengalokasikan porsi anggaran yang besar untuk wilayah BaHiM.

Ia juga menyatakan, anggaran bansos tidak bisa nihil atau nol, karena bansos tujuannya untuk mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial serta menjaga daya beli masyarakat saat terjadi krisis atau kenaikan harga kebutuhan pokok.

“Pemkot Ternate harusnya tidak melanggar ketentuan terkait program bansos yang merupakan kebijakan nasional. Bansos manfaatnya sangat besar dalam membantu masyarakat miskin apalagi saat menghadapi kondisi ekonomi yang semakin sulit, seharusnya ini menjadi prioritas,”tandasnya.

Kunker di Tengah Anggaran Perjalanan yang Jumbo

Sorotan publik terhadap keberangkatan Banggar juga tak lepas dari besarnya anggaran perjalanan dinas DPRD Ternate. Berdasarkan dokumen Rencana Umum Pengadaan (RUP) Sekretariat DPRD 2025, total anggaran untuk perjalanan dinas tetap bagi 30 anggota DPRD mencapai Rp3,95 miliar.

Selain itu, terdapat pos perjalanan dinas biasa senilai Rp8,9 miliar, digunakan untuk rapat, seminar, atau kunjungan kerja. Jika digabung, total kedua pos itu mencapai Rp12,8 miliar, atau rata-rata Rp400 juta per anggota dewan per tahun.

Jumlah tersebut belum termasuk perjalanan dinas dalam kota sebesar Rp102 juta, bimbingan teknis Rp300 juta, serta sewa alat angkutan apung dan gedung pertemuan senilai Rp847 juta.

Seorang sumber terpercaya di DPRD juga pernah mengakui bahwa setiap kali melakukan kunjungan kerja luar kota, dewan bisa menerima uang saku hingga Rp20 juta. Nilai ini di luar tunjangan bulanan yang disebut mencapai Rp45 juta per anggota.

Minim Transparansi, Publik Bertanya

Ketiadaan klarifikasi dari DPRD dan Sekwan atas perjalanan ke Bandung membuat publik bertanya: apakah kunker itu merupakan agenda resmi Banggar, atau kegiatan pribadi yang dikaitkan dengan tugas kedewanan?

Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Maluku Utara, Syaiful saat dikonfirmasi menyatakan di tengah keterbatasan fiskal dan penurunan pendapatan daerah, lembaga legislatif seharusnya memberi contoh dalam hal transparansi dan efisiensi anggaran.

“Kalau memang perjalanan itu untuk kepentingan pembahasan anggaran, seharusnya bisa dijelaskan terbuka — ada jadwal, ada tujuan, dan hasilnya dilaporkan,” ujar CEO swaramalut.com itu. “Tanpa keterbukaan, publik akan menilai ada yang ditutupi.”

Menurutnya, tidak ada aturan yang secara spesifik mengizinkan Banggar DPRD untuk menutupi informasi kunjungan kerja secara sepihak. Lebih lanjut, prinsip keterbukaan informasi publik juga berlaku kuat, dan itu diatur, misalnya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

Syaiful menuturkan, UU ini menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh informasi publik, termasuk informasi mengenai kebijakan, program, dan proses pengambilan keputusan badan publik. “Yang dalam hal ini termasuk DPRD dan alat kelengkapannya seperti Banggar,”pungkasnya.

Fungsi Pengawasan yang Terancam Tumpul

Dengan alokasi perjalanan dinas mencapai miliaran rupiah per tahun, DPRD dituntut menunjukkan hasil nyata dari setiap kegiatan luar daerahnya. Namun, tanpa laporan yang terbuka, perjalanan semacam ini justru berpotensi menimbulkan persepsi negatif terhadap fungsi pengawasan dewan.

Apalagi, dalam situasi fiskal yang melemah akibat pemangkasan TKD, setiap rupiah anggaran publik menjadi sangat berharga.

Hingga kini, belum ada penjelasan resmi dari DPRD maupun Sekretariat Dewan terkait status dan hasil kunjungan Banggar ke Bandung.

Yang jelas, di tengah pengesahan APBD yang menyangkut kepentingan seluruh warga, publik berhak mengetahui ke mana wakil rakyatnya pergi — dan untuk tujuan apa. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *