Harita Diduga Tutupi Informasi Air Beracun dari Warga Kawasi Selama Bertahun-tahun

LENTERA MALUT – Perusahaan tambang Harita Group diduga menyembunyikan informasi penting mengenai pencemaran air oleh zat beracun di Desa Kawasi, Kecamatan Obi, Kabupaten Halmahera Selatan. Informasi ini terungkap dalam laporan investigatif The Gecko Project yang dirilis pada Juni 2025 melalui kanal YouTube mereka.

Dalam laporan berdurasi 7 menit 46 detik itu, The Gecko Project—media yang fokus pada isu HAM dan lingkungan—mengungkapkan bahwa laporan tersebut berasal dari kebocoran dokumen internal perusahaan sebesar 500 gigabyte. Dokumen tersebut meliputi email dan laporan internal Harita selama satu dekade terakhir.

“Dokumen internal menunjukkan bahwa Harita telah mengetahui selama bertahun-tahun bahwa fasilitas mereka mengalami kebocoran zat kimia berbahaya, yakni kromium heksavalen atau kromium 6,” ungkap The Gecko Project.

Lebih lanjut, data internal Harita menunjukkan bahwa kromium 6 secara berulang mencemari sungai di Kawasi dan mencapai sumber utama air minum warga desa.

Sejak menjalin kerja sama dengan perusahaan logam Tiongkok, Lygend Resources & Technology, pada 2018, Harita membangun fasilitas High Pressure Acid Leaching (HPAL) pertama di Indonesia. Teknologi ini digunakan untuk mengolah nikel menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik.

Namun, menurut The Gecko Project, teknologi HPAL menghasilkan limbah dalam jumlah besar. Fasilitas pengolahan ini dibangun hanya sekitar 200 meter dari mata air utama warga Kawasi.

Pada 2022, pengujian internal perusahaan mulai menunjukkan bahwa air minum warga Kawasi tercemar. Bahkan, pada awal 2023, pengujian tersebut menunjukkan keberadaan kromium 6 melebihi batas legal dan aman secara berulang.

Warga Kawasi yang diwawancarai oleh The Gecko Project pada 2025 mengaku tidak pernah diberitahu soal kontaminasi tersebut.

“Tak ada seorang pun yang kami wawancarai mengaku diberi informasi soal pencemaran ataupun disediakan sumber air alternatif, baik oleh perusahaan maupun oleh pemerintah daerah,” ungkap laporan tersebut.

Nurhayati Jumadi, salah satu warga Kawasi, membenarkan bahwa tidak pernah ada pemberitahuan resmi dari perusahaan. “Itu tidak ada sama sekali,” katanya singkat.

Saat ditanya mengenai dampak kesehatan, Nurhayati mengungkapkan bahwa ia sering mengalami batuk disertai lendir kehijauan dan darah. “Kalau batuk, kadang sampai keluar nanah dan darah. Seperti gumpalan,” ujarnya.

Meski demikian, sulit untuk secara pasti mengaitkan penyakit tersebut langsung dengan kromium 6. Nurhayati sendiri tidak tahu apakah air itu penyebabnya, tapi ia meminumnya setiap hari.

Saat dikonfirmasi, pihak Harita tidak merespons permintaan komentar dari The Gecko Project, meskipun telah dihubungi berulang kali. Seminggu setelah laporan dirilis, Harita menerbitkan artikel di situs resminya.

Dalam pernyataan itu, mereka mengklaim rutin melakukan pemantauan terhadap mata air, dan hasil terbaru menunjukkan bahwa air masih aman dikonsumsi, meski mengandung “tingkat yang sangat rendah” dari kromium 6.

Sebagai informasi, Harita merupakan salah satu pemasok utama bahan baku baterai untuk perusahaan-perusahaan besar di sektor kendaraan listrik, termasuk Tesla, BMW, Toyota, dan lainnya. (Red)

Sumber : YouTube/The Gecko Project

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *