Kadis Pariwisata Malut: Riparda Harus Direvisi 

Unknown's avatar
Kepala Dinas Parawisata Malut, Tahmid Wahab/ Dok : LM

LENTERA MALUT – Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Maluku Utara, Tahmid Wahab, ditemui saat agenda upacara HUT ke-80 RI di Sofifi (17/8/2025) menegaskan bahwa sektor pariwisata di daerah terus menunjukkan peningkatan. Namun, kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor ini sebagian besar berada di tangan pemerintah kabupaten/kota.

“Secara administrasi, provinsi memang membawahi 10 kabupaten/kota. Tapi secara de facto, industri pariwisata—seperti hotel, restoran, hingga rumah makan—semuanya berada di wilayah kabupaten/kota. Karena itu, PAD sektor pariwisata dihitung oleh masing-masing dinas pariwisata daerah,” jelas Tahmid.

Menurutnya, peran pemerintah provinsi lebih sebagai pendamping sekaligus perpanjangan tangan pemerintah pusat. Fokus utama adalah memberikan dukungan, koordinasi lintas daerah, serta penguatan program pariwisata.

Riparda Sudah Usang

Tahmid mengungkapkan salah satu persoalan mendasar saat ini adalah Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (Riparda) yang sudah tidak relevan lagi. Dokumen tersebut terakhir dibuat tahun 2011 dan belum mengalami revisi.

“Dengan kondisi sekarang, Riparda sudah harus diperbarui. Apalagi sejak adanya pemisahan antara Kementerian Pariwisata dan Kementerian Ekonomi Kreatif. Riparda baru nantinya harus sejalan dengan Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Nasional (Riparnas). Dengan begitu, provinsi dan kabupaten/kota memiliki kompas yang sama dalam membangun pariwisata,” jelasnya.

Meski bukan pengelola langsung, Dinas Pariwisata Malut disebutnya telah berkontribusi nyata. Salah satunya dalam pengembangan Pantai Ake Bay di Pulau Maitara, Kota Tidore Kepulauan.

“Awalnya, destinasi ini hampir tidak dikenal. Tapi lewat kolaborasi dengan Pemkot Tidore, komunitas literasi digital, hingga media, sekarang Ake Bay sudah ramai dikunjungi wisatawan dan memberi pemasukan ke daerah,” ujar Tahmid.

Hal serupa juga dilakukan di Pantai Lapasi, Halmahera Barat. Melalui pendampingan dan promosi, kawasan tersebut kini berkembang menjadi destinasi wisata yang menarik minat pengunjung. Namun, pencatatan PAD tetap menjadi kewenangan kabupaten.

Terhambat Minimnya Anggaran

Meski begitu, Tahmid mengaku pengembangan pariwisata Malut masih terbentur minimnya anggaran. Dari total pagu sekitar Rp15 miliar—yang sebagian besar untuk gaji ASN—porsi untuk pembangunan pariwisata dinilai sangat terbatas.

“Kalau bicara infrastruktur, aksesibilitas, sarana penunjang wisata, hingga peningkatan SDM, dengan anggaran sebesar itu jelas tidak cukup. Karena itu, kami lebih fokus pada pemberdayaan, misalnya memberikan bantuan alat untuk pelaku ekonomi kreatif,” ungkapnya.

Ia berharap ada tambahan anggaran dalam APBD Perubahan, sejalan dengan komitmen Gubernur Sherly Tjandrawulan Tjioanda yang gencar mendorong pengembangan pariwisata.

Kerja Sama Lintas Daerah

Sebagai bagian dari strategi promosi, Pemprov Malut juga menjalin kerja sama dengan Jawa Tengah dan Bali. Dari Jateng, fokus kerja sama diarahkan ke sektor ekonomi kreatif, sementara dengan Bali pada pengembangan destinasi wisata.

“Harapannya, wisatawan domestik yang ke Bali bisa diarahkan ke Maluku Utara. Dari Bali ke Ternate lewat transit Makassar hanya sekitar tiga jam. Tapi tentu kita harus siap dengan sarana dan fasilitas. Jangan sampai promosi berlebihan, sementara kondisi lapangan belum memadai. Itu bisa mengecewakan wisatawan,”pungkas Tahmid. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *