LENTERA MALUT – Provinsi Maluku Utara (Malut) kembali mendapat kabar gembira terkait program renovasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Setelah sebelumnya Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Malut menganggarkan pembangunan 700 unit RTLH senilai Rp23 miliar melalui APBD 2025, kini Pemerintah Pusat menambah bantuan sebanyak 300 unit RTLH per kabupaten/kota.
Kepala Disperkim Malut, Musrifah Alhadar, mengungkapkan hal ini saat menghadiri Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi Penyelenggaraan Urusan Perumahan dan Kawasan Permukiman Provinsi Maluku Utara Tahun 2025, di Hotel Bella, Kota Ternate, Kamis (24/7/2025).
“Rencananya akan diberikan oleh Pemerintah Pusat sebanyak 300 unit per kabupaten/kota. Namun itu tergantung pada ketersediaan dan kesesuaian data DTSEN (Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional),” ujar Musrifah kepada wartawan.
Ia berharap, apabila program dari pusat ini berjalan, maka pemerintah kabupaten/kota dapat menyesuaikan data RTLH berdasarkan DTSEN yang tercatat di Badan Pusat Statistik (BPS).
“Karena bantuan ini langsung ditujukan ke daerah. Jadi, mampukah mereka (kabupaten/kota) melaksanakan kuota yang diberikan oleh pusat?” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Satuan Kerja (Kasatker) Perumahan dan Kawasan Permukiman Balai Sulawesi I, Abdul Muin, menyebutkan bahwa hingga saat ini baru dua daerah yang dipastikan akan menerima bantuan, yakni Kota Ternate dan Kota Tidore Kepulauan.
“Sampai hari ini, informasi yang kami terima baru untuk kawasan perkotaan di Ternate dan Tidore, sekitar 250 unit. Itu pun merupakan aspirasi dari Ibu Irine, anggota DPR RI,” jelasnya.
Untuk delapan kabupaten lainnya di Maluku Utara, kata Abdul, bantuan masih dalam tahap pembahasan di tingkat pusat. Karena itu, ia meminta pemerintah daerah segera melakukan perbaikan dan sinkronisasi data antara sistem ERTLH (Elektronik Rumah Tidak Layak Huni) dengan DTSEN.
Menurut Abdul, jumlah RTLH di Malut yang tercatat dalam sistem ERTLH mencapai sekitar 53 ribu unit. Sementara data DTSEN tercatat hanya sekitar 8 ribu unit. Sehingga terdapat data yang tumpang tindih. Padahal sesuai Instruksi Presiden, data yang digunakan harus berasal dari DTSEN.
“Oleh karena itu, kami mendorong kabupaten/kota segera memperbaiki data DTSEN. Sebab data tersebut merupakan hasil survei dari BPS, bukan kewenangan langsung pemerintah daerah. Sehingga harus diajukan dan diperbarui,”tandasnya.(Red)