LENTERA MALUT – Pengelolaan alat incinerator atau alat pembakar sampah medis yang diketahui milik Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Ternate menjadi perhatian DPRD. Hal ini disoroti Nurjaya Hi Ibrahim yang saat ini duduk di Komisi III.
Alat pembakar limbah padat, cair, atau gas pada suhu tinggi ink menjadi salah satu isu yang penting dalam upaya menjaga kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Dinkes diketahui memiliki sebuah incenerator yang bertujuan untuk membakar limbah medis sehingga dapat mengurangi risiko penyebaran penyakit dan kontaminasi lingkungan.
Nurjaya menjelaskan, Incenerator ini berfungsi untuk menghancurkan limbah berbahaya yang dihasilkan dari kegiatan pelayanan kesehatan, seperti jarum suntik, pipet, serta bahan-bahan medis lainnya yang tidak dapat ditangani secara biasa.
Penggunaan incenerator ini diharapkan dapat menyediakan solusi yang aman dan efektif untuk menangani limbah dalam konteks kesehatan. Namun, pengoperasian incenerator juga membutuhkan pengelolaan yang baik agar tujuan utamanya tercapai tanpa menimbulkan dampak negatif.
Pengelolaan yang efektif mencakup pemantauan secara terus-menerus dan penerapan protokol yang sesuai untuk menjamin keselamatan operasi serta dampak pada lingkungan.
Alat Incinerator tersebut diperoleh dari anggaran hibah Kementrian Lingkungan Hidup dan Kebutuhan (KLHK) kepada rumah sakit yang berada di Kota Ternate sejak tahun 2019.
Meski begitu, incinerator tersebut sampai sejauh ini diduga belum mengantongi izin dan analisis dampak lingkungan lingkungan hidup (AMDAL). Sementara alatnya sudah dioperasikan untuk pembakaran sampah medis seluruh rumah sakit di Maluku Utara.
“Operasi Incinerator itu harus punya izin dulu, ini belum punya izin tapi sudah dioperasikan, itu yang saya heran. Saya tegaskan ke Dineks Kota Ternate, jangan anggap sepele masalah ini,”ucap Jaya panggilan akrab Nurjaya.
Jaya menyampaikan, pihaknya baru mengetahui kalau ternyata sudah ada upaya kerja sama (MOU) antara Dinkes Kota Ternate dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Chasan Boesoirie. Dimana, kerja sama itu tertuang dalam surat perjanjian dengan nomor surat 100.3.7.1/356.1/MOU/RSCHB/2024 dan 100.37/416.a/KT/1/2024.
“Kami akan berkomunikasi dulu dalam internal komisi III, setelah itu kami akan panggil Dinkes menanyakan informasi ini. Karena proses ini harus sesuai prosedurnya dan tentu berdampak juga pada lingkungan,”tandasnya. (Red)