Piutang Capai Rp8 Miliar, Pedagang Pakaian di Ternate Keluhkan Sepinya Pasar

Unknown's avatar
Tampak jajaran pakaian pedagang di Lantai II Pasar Barito Kota Ternate / Dok : Istimewa

LENTERA MALUT — Pemerintah Kota Ternate melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) mencatat, total piutang pedagang pakaian di Pasar Gamalama kini mencapai sekitar Rp8 miliar. Angka tersebut merupakan akumulasi tunggakan biaya sewa toko yang belum tertagih selama beberapa tahun terakhir.

Kepala Disperindag Kota Ternate, Nursida Dj. Mahmud, mengungkapkan hal itu usai rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi II DPRD Kota Ternate dan Asosiasi Pedagang Pasar, Rabu (29/10/2025), di Kantor DPRD Kelurahan Kalumata.

Menurutnya, penyebab utama pedagang belum melunasi kewajiban mereka adalah karena lesunya aktivitas jual beli di pasar.

“Alasannya klasik, omset penjualan menurun karena pasar sepi,” ujar Nursida.

Meski begitu, pihak Disperindag tetap melakukan penagihan secara intensif, baik melalui surat maupun pendekatan persuasif. Ia menambahkan, sepanjang tahun ini pihaknya baru berhasil menagih piutang yang terbawa dari tahun 2024.

“Tahun 2025 belum tertagih karena pedagang masih melunasi utang tahun sebelumnya,” jelasnya.

Sementara itu, Sekretaris Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Kota Ternate, Irwan Ali, membenarkan bahwa kondisi pendapatan pedagang memang sedang sulit.

“Pendapatan pedagang sangat minim, jadi untuk bayar retribusi atau pajak pun terasa berat,” ujarnya.

Kendati demikian, ia mengapresiasi sikap Disperindag yang masih menunjukkan toleransi terhadap kondisi pedagang. Irwan berharap, ke depan bisa ada mekanisme pembayaran secara bertahap atau cicilan, agar pedagang tetap bisa memenuhi kewajibannya tanpa terbebani secara finansial.

Dari sisi legislatif, Anggota Komisi II DPRD Kota Ternate, Ade Rahmat Lamadihami, menilai Disperindag memang berhasil mencapai target pendapatan tahun ini. Namun, ia menegaskan bahwa capaian tersebut sebenarnya merupakan hasil pembayaran piutang tahun sebelumnya.

“Prestasi pendapatan itu mestinya dicatat untuk tahun lalu, karena baru dibayar tahun ini,” jelas Ade.

Ia juga menyoroti beberapa lapak kosong yang nilainya masuk dalam target pendapatan, padahal toko tersebut tidak terisi oleh pedagang. Hal ini yang menjadikan nilai piutang juga menjadi besar.

Disamping itu, Ade menilai perubahan daya beli akibat adanya online shop sangat berpengaruh besar terhadap pendapatan pasar konvensional. Dimana kata dia, hal ini dialami hampir oleh seluruh pedagang di daerah.

Soal kinerja, politisi NasDem ini menilai Disperindag dalam mengejar pendapatan daerah masih belum maksimal. Ade juga menyoroti adanya tumpang tindih kewenangan antara Disperindag dan Dinas Perhubungan (Dishub) dalam hal penarikan retribusi di kawasan terminal yang sering digunakan pedagang berjualan.

Menurutnya, perlu ada koordinasi dan pembagian peran yang jelas antarorganisasi perangkat daerah (OPD) untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Ternate.

“Tujuannya satu saja: bagaimana agar pendapatan daerah bisa meningkat. Kalau ada kerja sama dan pembagian hasil antara Dishub dan Disperindag, itu bisa menjadi solusi,” pungkasnya. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *