Skandal Limbah Medis! DPRD Ternate: Kami Akan Bawa ke Kantor Wali Kota!

Unknown's avatar

LENTERA MALUT — Anggota Komisi III DPRD Kota Ternate, Nurlaela Syarif, menyampaikan bahwa pihaknya menyoroti serius persoalan penumpukan limbah medis di berbagai fasilitas kesehatan di Kota Ternate. Hal ini disampaikan usai rapat dengar pendapat (RDP) bersama Dinas Kesehatan (Dinkes) pada Selasa, (9/9/2025).

Nurlaela mengungkapkan, salah satu penyebab utama permasalahan ini adalah tidak adanya izin operasional dari Dinas Kesehatan untuk pengelolaan limbah medis. Akibatnya, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) tidak berani mengambil alih penanganan limbah karena berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum.

“Dinkes belum memiliki izin AMDAL, meskipun dokumen UKL-UPL sudah ada. Selain itu, anggaran pengurusan izin untuk insinerator juga belum tersedia,” jelas Nurlaela.

Insinerator merupakan alat pembakaran limbah medis, baik padat maupun cair, termasuk limbah patologis seperti potongan organ tubuh manusia. Masalah ini menjadi sorotan tajam Komisi III setelah insiden viral penemuan potongan tubuh manusia di tempat pembuangan sementara (TPS) beberapa waktu lalu, yang sempat menggegerkan warga Ternate.

“Potongan tubuh manusia termasuk dalam kategori limbah medis. Maka dari itu, kami mempertanyakan bagaimana sebenarnya sistem pengelolaan limbah medis oleh Pemkot Ternate melalui Dinas Kesehatan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Nurlaela menyampaikan bahwa insinerator sudah satu bulan terakhir tidak beroperasi. Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya solusi konkret dari Pemkot.

“Kebetulan saat ini masa reses. Hari Kamis nanti, kami dari Komisi III akan turun langsung ke beberapa faskes untuk mengecek kondisi penumpukan limbah. Jika tidak ada langkah tegas dari Pemkot, kami akan memimpin langsung aksi bersama tenaga kesehatan dengan membuang limbah medis ke kantor Wali Kota sebagai bentuk protes,” tegasnya.

Ia juga mendesak agar Pemkot segera berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Maluku Utara dan Kementerian Kesehatan, mengingat pengelolaan limbah medis juga melibatkan RSUD Chasan Boesoirie yang berada di bawah kewenangan Pemprov.

“Ini butuh penanganan lintas sektor. Pemkot harus segera siapkan dokumen AMDAL melalui konsultan yang kompeten dan berkonsultasi dengan Kementerian untuk mendapatkan pembinaan teknis,” pungkas Nurlaela

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Ternate, Fathiyah Suma, menanggapi bahwa kehadiran pihaknya dalam RDP tersebut lebih kepada upaya koordinasi lintas sektor.

“Untuk penanganan limbah medis, berdasarkan hasil konsultasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup, sementara ini dihentikan,” ujarnya.

Fathiyah menjelaskan bahwa Dinkes sebelumnya bekerja sama dengan faskes seperti RSUD Chasan Boesoirie dalam pemusnahan limbah. Namun, setelah adanya surat pemberhentian operasional insinerator, pihaknya mengaku tidak lagi memiliki kewenangan penuh.

“Soal kemana kegiatan pemusnahan limbah medis diarahkan setelah pemberhentian, silakan ditanyakan langsung ke DLH. Mereka yang harus memberikan pernyataan resmi. DLH tidak cukup hanya menghentikan operasional, tetapi juga harus bertanggung jawab atas dampaknya,” tegasnya.

Terkait informasi adanya pungutan biaya pemusnahan limbah medis dari faskes seperti RSUD, yang disebut-sebut menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun 2024, Fathiyah membantah hal tersebut.

“Tidak ada hitungan atau pungutan seperti itu. Temuan soal pemusnahan limbah medis sudah diaudit oleh BPK. Saat ini, dengan adanya surat pemberhentian, kami tetap mengacu pada asas koordinasi dengan KLH,” jelasnya.

Fathiyah juga menegaskan bahwa Dinkes masih menunggu alokasi anggaran untuk pengurusan izin operasional insinerator. Di akhir pernyataannya, ia menyarankan agar pertanyaan lebih lanjut seputar surat pemberhentian operasional insinerator diajukan langsung ke DLH.

“Tanyakan saja ke DLH kenapa ada surat pemberhentian itu,” ucapnya dengan nada sedikit kesal.(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *